Bergerak Bersama | Bantu UMKM | UMKM Go Online | Digital Marketing UMKM

BERSELANCAR DI ERA KOLABORASI

BERSELANCAR DI ERA KOLABORASI. Tidak bisa dibantah lagi, bahwa iklim bisnis di Indonesia terus mengalami perubahan seiring dengan berubahnya habbit manusia dan perkembangan teknologi. Perubahan-perubahan ini harus menjadi perhatian bagi para pelaku usaha, karena jika tidak maka sangat besar kemungkinan bisnisnya tidak akan bisa bersaing dengan competitor yang ada.

Salah satu fenomena yang marak terjadi bahkan sejak than 2015 atau 2016 adalah kolaborasi yang dilakukan oleh banyak brand kepada pihak luar dari perusahaan yang memiliki brand tersebut. Hal ini terjadi di banyak bidang usaha seperti F&B, Fashion, Media, Entertainment, dan lain sebagainya.

Bentuk kolaborasi yang terjadi juga sangat beragam, mulai kolaborasi antar brand baik yang berada di satu bidang usaha maupun lintas bidang usaha, sebut saja brand sepatu Aerostreet yang fokus pada industry fashion beberapa kali mengeluarkan produk yang berkolaborasi dengan Swallow, Luwak White Coffe, Tango dan masih ada beberapa lainnya.

Selain itu juga ada kolaborasi antara Brand dengan Artis atau Selebgram, sebut saja Malang Struddle dengan Teuku Wisnu, Traffic Bun dengan Fadil Jaidi, Burder Bangor dengan Deny Sumargo, dan masih banyak lagi.

Berselancar di era kolaborasi
Berselancar di era kolaborasi

Menurut salah seorang pakar Brand Yuswohady, Brand Collaboration terjadi sebagai upaya untuk menjaga dan mengembangkan bisnisnya dari sisi memperluas market dengan cara masuk kepada market yang sudah dikuasai oleh pihak yang diajak kolaborasi dengan tentunya memperhitungkan benefit yang menguntungkan seluruh pihak yang berkolaborasi.

Bahkan Yuswohady juga menyampaikan dalam bukunya Brand Collab Advantage, jika tidak Collab maka akan Collapse. Dan ini bisa terlihat dari Blue Bird yang tetap eksis ditengah matinya perusahaan taxi sejenis akibat munculnya layanan transpportasi online pada media 2015 lalu. Selain karena faktor fundamental yang kuat, diyakini Blue Bird masih bisa eksis karena terobosannya untuk berkolaborasi dengan salah satau penyedia layanan transportasi Online yang masih terus terjalin sampai hari ini.

See also  Mengatasi Tantangan UMKM dalam Memanfaatkan Teknologi Digital
Tiga Pilar Brand Collaboration

Yuswohady juga menyebutkan bagaimana Brand Collaboration ini bisa terjadi. Di dalam bukunya Brand Collab Advantage beliau menyebutnya dengan istilah tiga pilar Brand Collab Advantage, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

  1. Leverage Brand Audience

Kolaborasi yang dilakukan fokus kepada memperluas pasar dan target audience. Hal ini dapat terjadi karena 2 pihak yang akan melakukan kolaborasi sudah memiliki pasar masing-masing. Maka jika melakukan kolaborasi masing-masing dapat menggarap pasar baru yang merupakan pasa yang sebelumnya sudah dikuasai oleh mitra kolaborasi.

  1. Synergize Brand Asset

Kolaborasi dalam hal ini berfokus kepada mengkolaborasikan asset yang dimiliki oleh masing-masing brand. Contoh yang paling mudah dalam memahami bagian ini adalah kolaborasi yang terjalin antara Bank Syariah Aladin dengan Alfamart. Dalam hal ini Aladin memanfaatlkan jaringan toko Alfamart, sehingga tidak perlu membuka kantor cabang di masing-masing kota. Sedangkan di pihak Alfamart dapat mempunya revenue baru dari transaksi yang dilakukan oleh Aladin.

  1. Align Brand Identity

Kolaborasi juga harus memerhatikan keselarasan atas identitas masing-masing brand. Keselarasan merupakan prasyarat utama dalam menjalin Brand Collaboration, sehingga dampak positif dapat dirasakan oleh masing-masing pihak yang berkolaborasi dan bergerak bersama dapat mencapai tujuan bersama.

Fenomena kolaborasi pada akhirnya dapat menjadi sebuah strategi yang jitu untuk dapat bersaing di era sekarang dan bahkan mungkin bisa memberikan dampak pertumbuhan yang eksponensial. Kira-kira fenomena ini akan bertahan sampai kapan ya? Biar waktu yang akan menjawab.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *